Perenungan Malam Hari perihal Iri dan Insekyur
Tapi kesimpulan itu berubah ketika si mba konten kreatornya cerita tentang pengalaman kenapa dia pernah merasakan iri di masa lalu. Dari perspektifnya, dia beranggapan
"Ngerasa iri atau pingin punya kehidupan seperti orang lain itu juga didorong oleh faktor lingkungan yang ngasih nilai atau standar ideal ke aku (mbak konten kreator) dan aku ngga masuk standar atau lolos penilaian itu."
Mbak nya juga bilang kalau dia punya pengalaman dikatain kurus sama temen-temennya sambil megang atau ngelingkerin jarinya ke pergelangan tangan mbaknya sambil bilang "yampun kecil banget, kurus banget, takut patah" dan gebetan dia yang bilang gasuka sama dia karena si mbaknya ini dirasa ngga kayak cewek pada umumnya yang harusnya punya badan dan penampilan ideal seperti foto yang mas nya tunjukin. Tapi mbaknya sekarang sudah ngga ngerasa iri apalagi insekyur semenjak dia lulus kuliah dan lingkungan pergaulannya berubah.
Gara-gara cerita pengalaman yang persis banget kayak punyaku, alhasil langsung aku buka full video yang nampang di beranda itu. Dengerin cerita-cerita pengalaman mbaknya ini bener-bener bikin wisata masa lalu sekaligus refleksi sama lingkungan sekitar.
Dulu aku ngga suka banget sama badanku ini, karena kebanyakan teman-teman di sekolah pada ngasih penilaian yang kurang baik. Mulai dari warna kulit, badan yang kurus tidak semok baik bagian atas maupun bawah, dan gigi yang tidak rapi bikin aku ngerasa iri (oke jadi dulu aku pernah iri) dan pingin jadi seperti cewek-cewek ideal yang ada di sekolah. Mereka juga beranggapan kondisi fisik yang aku punya ini gabakal ada orang-orang yang tertarik.
Setelah lulus sekolah dan melanjutkan kuliah di Solo, aku bener-bener dikejutkan sama adanya orang-orang yang mau bergaul sama aku tanpa ngerasa takut, jijik, atau malu, berbeda banget dari pas masa sekolah dulu. Bahkan yang paling mengejutkan ada beberapa anak yang memuji fisikku atau malahan membicarakanku dibelakang kalau aku ini manis dan nyenengin buat dipandang. Hampir semua orang di sini menerimaku dan hal ini yang bikin aku ngga ngerasa iri atau insekyur lagi.
Nyambung ke bahasan mbaknya itu, faktor lingkungan benar-benar berpengaruh terhadap bagaimana kita berpikir, bagaimana kita merasa, iri atau tidak, insekyur atau tidak. Karena baik dari pengalam si mbak konten kreator maupun pengalamanku sendiri, kita merasa iri dan insekyur karna dahulu kita dicekokin sama penilaian negatif orang ke kita dan ngebanding diri kita ke standar yang mereka terapin
Sehingga
Ada gap antara apa yang ideal dengan kondisi kita saat itu yang menghadirkan perasaan iri atau rendah diri alias insecure, sedangakan saat kita pindah atau berganti lingkungan yang menerima kita apa adanya, gap tadi perlahan hilang begitu pun perasaan insekyur turut pergi.
Alasan ini juga yang menurut mbak konten kreator merasa bahwa perasaan iri dan insekyur itu wajar ada (karena biasanya ini dinilai salah) bergantung pada kondisi lingkungan. Pernyataan ini juga bukan bermaksud menyalahkan faktor luar dan menolak intropeksi, tetapi tidak memungkiri pemikiran juga hadir dari pengaruh nilai-nilai orang-orang di sekitar
Iri dan insekyur itu juga ada bagusnya
Kuncinya ada di memilih pertemanan dan mengikis gap dengan usaha, kaya at least kamu tau kamu mau apa dari adanya perasaan iri, bukan berarti membuat kamu jadi ga otentik tapi lebih ke menghadirkan motivasi untuk berubah ke arah lebih baik lagi, seperti mengubah perasaan iri menjadi inspirasi
Komentar
Posting Komentar