Tentang Rasa (part 3)
keterangan gambar: si gadis
Hari ini gadis itu berkata ikhlas, namun wajahnya pun tak
sanggup untuk menghadap ke belakang. Kenyataan kemarin dia merasakan untuk
kesekian kalinya tercampakkan, atau tak terprioritaskan oleh dia yang menjadi
prioritas.
Sulit dimengerti mengapa ketika sedang berharap, seseorang
bisa menjadi tidak mengenal makna realistis, walaupun kesehariannya selalu
menggaungkan logika sebagai senjata utama dalam berpikir.
Siapa sangka, berharap kepadanya telah menumpulkan pola pikirnya dan menghanyutkannya dalam melodrama tak berujung. Di saat sudah terbiasa untuk mengorbankan siapa saja yang menghalangi jalan ambisinya, namun pertemuan tetap aja pertemuan.
Siapa sangka, berharap kepadanya telah menumpulkan pola pikirnya dan menghanyutkannya dalam melodrama tak berujung. Di saat sudah terbiasa untuk mengorbankan siapa saja yang menghalangi jalan ambisinya, namun pertemuan tetap aja pertemuan.
Hasshhh... Jika dipikir lagi, adakah di luar sana yang mampu menerima hal yang sama dengan si pemberi? Jika stereotip negatif saja telah menjadi budaya, maka bentuk rasa kasih yang tulus pun bisa dianggap teror. Sekadar bertanya keadaan, menawarkan diri untuk mengobati luka, mengorbakan diri hanya untuk yang menjadi prioritas. Sayangnya yang terprioritaskan memilih mundur perlahan. Lebih senang bermain dengan yang fana, daripada yang sudah tersedia, lazimnya manusia yang tidak pernah puas memang seperti itu kan?
Sungguh laknat, jika ada kesempatan untuk berdalih pergi. Lantas beribu prasangka dan tuduhan menghujam, seolah-olah telah berbuat tidak setia layaknya sahabat. Bagaimana bisa manusia lemah bertahan di dalam sebuah hubungan yang beracun seperti ini?
Hari ini makhluk astral tersebut telah mendewikan tambatannya yang baru, di depan si gadis. Berusaha tegar layaknya Kartini memperjuangkan hak-hak para wanita, gadis ini pun juga sedang memperjuangkan hak seorang wanita untuk tetap bertahan menjalani hidup, wanita itu ia sendiri.
Seandainya ada kesempatan untuk pergi, pasti gadis itu
langsung memesan buraq agar dapat pergi menjauh dengan kecepatan cahaya tanpa
terlihat tanpa ada rasa.
Selagi berandai-andai, ia pun sadar makhluk astral tersebut tetap saja punya kekuatan untuk membuatnya bertahan menikmati rasa sakit yang didapatinya tiap hari. Makhluk astral dan dewi, kombinasi yang pas untuk menyiksa dirinya hingga batin telah menjadi abu, namun seonggok badanya tetap bersisa.
Penulis pun juga berharap kelak si gadis akan bertemu dengan sesosok pria normal dan benar-benar manusia, sehingga ia tau bagaimana cara melakukan manusia secara manusiawi.
(Menulis sambil mendengarkan lagu Cover Creep - Radiohead by Haley Reinhart)
Komentar
Posting Komentar