Alasan Tidak Jatuh Cinta walaupun Nyaman

Gambar sebagai pemanis, ilustrasi keadaan saya yang sadar diri

Seminggu ini sudah ada dua kali saya bertemu dengan teman saya. Dia adalah lelaki yang terkenal tampan di jurusannya dan yang lebih menarik lagi orang ini berperawakan cuek, sehingga menjadi suatu hal yang bikin perempuan pada iri melihat saya bisa berteman dengannya. Sama seperti pertemuan sebelum-sebelumnya, kami selalu pulang ketika tempatnya memang akan tutup atau sampai dikode oleh pegawai resto tersebut seperti membalik kursi, menutup pagar, hingga bahkan memutar lagu sayonara dan mematikan lampu satu persatu. Sungguh terror yang epic untuk mengusir pengunjung yang tidak ingat waktu. Percakapan kami seringnya tiada putus saat kami bertemu dan hal ini terkadang mendorong saya untuk berpikir 

Apakah mungkin dia orangnya?”.

Akan tetapi, membayangkan suatu saat jika kami akhirnya menjalin hubungan serius, rasanya bikin saya malu. Rasa malu yang berbeda bukan seperti salah tingkah yang dilakukan orang-orang kasmaran pada umumnya, melainkan lebih ke perasaan malu karena tidak belajar dari kesalahan. Karena sebenarnya bisa dibilang bukan kali pertama saya bisa ngobrol asik begini dengan seorang pria dan sayangnya tak ada satu pun dari mereka yang menjadi kekasih. Mereka semua berakhir hanya menjadi teman atau sahabat yang memenuhi isi WA menjadikan roomchat WA nampak serupa dengan asrama pria atau kos-kosan laki, begitu sebut orang-orang. Ya, aku malu membayangkan cerita romantis dengan seseorang yang belum tentu jadi pasanganku kelak, dan biasanya selalu berakhir tidak menjadi apa-apa.

Apalagi menyadari keadaan fisikku yang tidak sesuai dengan standar kecantikkan di negara tropis ini, standar yang mendamba seorang berperawakan putih mulus. Ironisnya, negara dengan cuaca panas luar biasa seharusnya menjadi wajar jika orang-orang bisa gosong dan menjadi gelap kulitnya, ditambah “genetic orang jawa” yang aselinya memang sawo matang bawaan dari nenek moyang. Tapi memang keadaan ini yang membuat situasi kalau sampai ada orang berkulit putih, maka dia akan terlihat menarik karena sudah pasti beda dengan yang lain. Berlaku pula di negara-negara sub tropis seperti negara di Amerika dan Eropa. Kulit putih di sana sudah biasa dan membosankan, maka yang kulitnya kuning langsat atau sawo matang akan menarik untuk dilihat. Tetapi, ada juga yang bilang kalau kulit putih merupakan standar kecantikan di benua Asia yang artinya negara sub tropis sekalipun seperti China dan Korea juga tidak akan menerima warna kulit gelap.

Tapi kenapa malah jadi bahas warna kulit ya?

Oh iya karena saya ingat mantan pacar teman saya ini memiliki kulit putih. Tidak hanya kulit putih, bahkan mantannya juga memiliki bibir merah merona serta alis hitam tebal yang mana jelas saya tidak punya semua hal itu. Toh pada akhirnya laki-laki juga merupakan makhluk visual. Pasti yang dilihat lelaki dari seorang wanita itu fisiknya dulu, bukan nyaman tidaknya sewaktu mengobrol.

Semua hal sudah disebutkan itulah yang membuat saya malu jika mulai berpikir teman saya ini ada “something” terhadap saya. Berlaku juga untuk laki-laki lainnya, setidaknya kulit gelap yang saya miliki ini berguna menjaga kewarasan dari rasa percaya diri dan ke geer-an berlebih. Kalau saja saya mempunyai kulit putih, bibir merah, alis tebal, wah sudah pasti tiap hari saya punya rasa percaya diri yang besar dan meyakini semua lelaki yang dekat juga menyukai dan tertarik terhadap saya. Bahkan saya juga akan menjadi perempuan yang semena-mena karena toh pada akhirnya mereka akan memaklumi segala kesalahan yang saya perbuat lalu tunduk dibawah pesona kulit putih yang saya miliki. Tapi untungnya warna kulit saya sawo matang jadi tidak mungkin bisa bersikap semena-mena seperti itu. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pov setelah nonton drakor "When Life Give You Tangerines"

Perenungan Malam Hari perihal Iri dan Insekyur

Percakapan tengah malam dengan Mas "fismur ugm"

Ini hari kebalikan dan "aku ingin kamu pergi"

Jadi Villain Aja Gapapa Daripada Jadi Pahlawan Kesiangan