 |
Keterangan: agak sok imut tapi ini ceritanya lagi pusing gitu wkwk
|
Kali ini aku mau bercerita tentang pengalamanku baru-baru ini, ikutan magang di sebuah filantropi. Setelah sekian lama mendekam di dalam kamar dan sehari-harinya ngerjain kerjaan serabutan seperti ngeliput dan joki tugas, tiba-tiba hidupku berubah 180 derajat karena harus berinteraksi dengan orang-orang yang awalnya canggung buatku karena dah lama juga asik sendiri, lama-lama aku mulai nyaman sama orang kantor. Keliatannya bagus tapi sebenernya ga yang bagus-bagus banget. Kenapa dibilang ga bagus karena kita tidak akan pernah bisa memilih siapa saja yang datang di kehidupan kita, entah itu orang baik maupun jahat. Ilmu yang kita punya ada untuk membentengi diri dari hal-hal manipulatif yang ada di luar sana. Pengaruh-pengaruh luar juga bisa membuatmu menjadi palsu demi menjaga hubungan dengan orang lain. Nah ini part yang susah!
Terbiasa jujur dan meluruskan yang salah, sudah menjadi prinsip. Selalu berusaha menselaraskan apa yang ada di mulut dengan tindakan. Tapi sayang, kehidupan di dunia nyata akan semakin mudah kita temukan orang-orang yang berusah mengelu-elukan dirinya agar terlihat baik dan menghujani pujian tidak tulus ke orang lain agar bisa berteman. Belum lagi pengkelasan, beberapa pegawai yang ingin dipuja dan gila hormat dari anak magang, atau bahaya bagi anak magang kalau sampai menonjol. Susah kan. Hal begini yang biasanya bikin hati jadi resah dan emosi jadi tidak terkendali.
Baru-baru ini magang sepertiku lagi dapat masalah paling aneh sedunia dari kantor. Perihal mengingatkan pegawai yang tidak piket dan menegur pegawai yang tidak menghargai teman sejawat yang sedang presentasi di depan. Oknum yang bermasalah denganku ini merasa bahwa diriku sebagai anak magang ini kurang feminim karena vokal menyuarakan pendapat dan akrab dengan bapak-bapak chief officer. Sebenernya niat hati juga bukan mau sokab ke bapak-bapak, tapi emang salah satu bapak itu mengeluhkan kesulitan untuk bisa akrab dengan pegawai-pegawai, jokes yang dilempar bapak-bapak saja seringkali tidak ditanggapi sama para pegawai. Alhasil sebagai anak magang saya ya nurut-nurut aja dan menjalankan misi akrab bersama bapak-bapak.
Lebih menariknya lagi, salah satu pegawai jebolan sekolah agama ini menegur dengan bernada ancaman seperti ini
"Hati-hati sama orang yang perasa. Orang seperti aku dan si Fulana yang perasa ini sensitif jadi gampang dibuat sakit hati sama tindakanmu. Kalau kami sudah sakit hati, kami ini sama halnya dengan orang yang terdzolimi. Kamu juga tau kan kalo doa orang terdzolimi gampang diijabah? Aku gamau kalau nanti orang-orang kek kami ini yang perasa bisa mendoakan kamu jelek dan doa kami ini dikabulkan karena posisinya kami ini sedang terdzolimi."
Ngeri bukan? Kali ini diancam dengan bawa-bawa backingan tuhan ceritanya.
Ada juga yang merasa terintimidasi dengan kehadiran anak magang, sampai-sampai dia harus memojokan atau menjatuhkan citra anak magang selagi ada celah. Semisal mempertanyakan ilmu agama saat anak magang hanya bertanya "apakah sholat kali ini jamak qashar apa tidak?" sewaktu sedang diperjalanan. Jawabannya hanya iya tidak, tapi diteruskan kemana-mana. Atau pertanyaan tentang teknis lapangan, bukannya dijawab tapi malah dimarahi karena dianggap tidak nyimak rapat. Padahal pas rapat memang belum dijelaskan. Dan masih banyak lagi.
Benar-benar harus banyak sabar, bukan?
Gaji tidak seberapa tapi lingkungannya nyerang psikis, ya begitulah magang.
Komentar
Posting Komentar